Jumat, 09 Oktober 2020 6 komentar

Hasil Rapid Tes hari ini

 



Pandemi Covid 19 memang menjadi tatanan dunia ini berubah, hal yang dulu mudah kini terasa lebih sulit. Contohnya dulu waktu saya mau 'ngupil' saya ngupil dulu baru cuci tangan, tapi sekarang harus cuci tangan dulu sebelum ngupil setelah ngupilpun harus cuci tangan lagi, Pokoknya bener bener ribet deh, itu hanya sekedar ngupil saja sudah seribet gitu. Apalagi guru yang harus membuat konsep PJJ (pembelajaran jarak jauh) pasti jauh lebih ribet dari sekedar urusan ngupil.

Kembali lagi kemasalah Covid, akhirnya saya iseng-iseng melakukan Rapid tes dan alhamdulillah hasilnya non reaktif. Mengutip ucapan dr. Tirta bahwa Rapid tes hanyalah screening awal yang mengindikasikan didalam tubuh kita apakah imun kita sedang reaktif melawan suatu penyakit. Rapid test yang banyak beredar saat ini adalah metode untuk mendeteksi antibodi, yaitu IgM dan IgG, yang diproduksi oleh tubuh untuk melawan virus Corona. Antibodi ini akan dibentuk oleh tubuh bila ada paparan virus Corona.

Selain rapid test untuk antibodi, baru-baru ini juga dibuat rapid test untuk mendeteksi antigen atau protein yang membentuk badan virus penyebab COVID-19 atau SARS-CoV-2. Metode rapid test ini memang lebih akurat dari rapid test antibodi. Adalagi test yang paling akurat yakni PCR atau yang lebih dikenal sebagai Swab test dimana spesimen lendir kita diambil 'paksa' dan kemudian dikirim ke Lab, tentu saja akurasinya jauh lebih tinggi daripada Rapid test.

Namun yang paling penting untuk menghadapi pandemi ini adalah menjaga kesehatan tubuh kita agar imunitas kita meningkat. Menggunakan masker dan menjauhi kerumunan serta mencuci tangan secara rutin juga faktor utama untuk mencegah dan jangan lupa untuk selalu berdo'a kepada Tuhan memohon perlindungan. Rapid tes memang tak bisa menjadi jaminan, sama halnya dengan masker tidak bisa juga dijadikan jaminan. Yang bisa dijadikan jaminan adalah BPKB motor /mobil serta sertifikat tanah. Coba dan buktikan sendiri.


Ridwan Nurhadi

Day4AISEIWritingChallenge

Kamis, 08 Oktober 2020 12 komentar

Percakapan antara buncis dan kacang panjang

 Disebuah pasar diatas lapak seorang pedagang sayur, terdapat tumpukan buncis dan kacang panjang. Tanpa disadari sang pedagang mereka bercakap-cakap. Kacang panjang berkata "Cis, kamu enak  bentuk kamu juga lebih bagus meskipun harga kita sama". 

"Ah kamu bisa aja" jawab Buncis

"Iya aku iri sama kamu cis" jawab kacang panjang.

"Justru aku lebih iri sama kamu Cang"!. Buncis menyambung pembicaraan

"Ukuran kamu mau panjang atau pendek, tetap disebut kacang panjang".

"Bahkan sudah dipotong-potongpun tetap disebut kacang panjang".  

Kacang panjang termenung, "Oh iya, ngapain aku iri sama orang lain, bukankan kita punya keunikan masing-masing". 

"Ayo kita sama-sama tanya Prof Eko, sebenarnya di Google Trends, siapa yang paling ngetrend" seru Kacang Panjang penasaran.




"Tuh kan kamu yang menang" sambung buncis.

Tamat


Ridwan Nurhadi

Day3AISEIWritingChallenge


Rabu, 07 Oktober 2020 4 komentar

Mengajak Tuhan taruhan

 

Judulnya provokatif ya, mana ada yang berani ngajak Tuhan taruhan, tapi kalau judulnya biasa saja kan oang gak penasaran untuk membacanya. Kisah ini seratus persen adalah pengalaman pribadi penulis dan para tokohnya pun nyata.

"Mas Ridwan, bisa ketemuan di masjid ba'da Ashar, saya ada perlu". Sebuah SMS masuk ke HP saya dan saya lihat Mas Tarmuzi yang mengirimnya. Beliau adalah salah satu donatur BIM, sebuah lembaga sosial tempat saya dan teman teman berkiprah. "Siap mas". jawab saya singkat. Hati saya masih diselimuti penasaran ada apa gerangan.

Sore itu di beranda masjid yang teduh, selepas salat ashar kami pun berjumpa. Kami mengambil tempat di teras masjid ditemani semilir angin dan sinar matahari yang teduh. "Ene opo mas?" tanya saya membuka pembicaraan. " Mas Ridwan, saya pengen ngambil kredit  motor tadinya. Saya cape mas, naik sepeda terus untuk berangkat kerja". Mas Tarmuzi memulai ceritanya. "Wah mau pinjam uang nih" saya bergumam dalam hati. Saya pandangi wajah masTarmuzi menunggu kalimat lanjutan yang akan ia kemukakan. Ia menundukkan wajahnya seraya menghela nafas seperti sulit untuk mengungkapkan sesuatu. "Wah bener nih mau pinjam uang " gumam saya dalam hati menghakimi situasi.

"Saya sudah kumpulkan uang DP mas, gak banyak sih cuma dua setengah juta, tapi saya mengurungkan niat untuk bayar DP motor. Uang ini mau saya sumbangkan ke BIM, mas. Buat pendidikan anak-anak yatim" Mas Tarmuji melanjutkan kembali ceritanya."Saya mau mencoba menguji keajaiban sedekah mas, saya termotivasi ustadz  Yusuf Mansyur tentang sedekah". Mas Tarmuzi menatap saya. Kayaknya dia plong mengutarakan maksudnya. 

Seketika saya tertegun, uang sejumlah itu cukup besar dibandingkan penghasilannya namun tekadnya luar biasa. Sambil merogoh kantong baju Koko dia mengambil amplop putih yang sudah lusuh namun tak selusuh niatnya. Saya menjabat erat tangannya "Giving is believing" saya bergumam dalam hati.

Setelah itu kami berpisah, sepanjang jalan menuju rumah saya termenung. Dia merelakan seluruh uang muka kredit motornya untuk bersedekah. Ia bukan sekedar tak mau terjerat riba. Namun ia mempertaruhkan keyakinan kepada sang penguasa alam yang maha pengasih dan penyayang. 

Sore itu menjadi sore yang selalu terkenang. Beranda masjid, temaram sinar matahari dan ketulusan hati seorang dermawan. Tak punya bukan berarti tak berharga. Tak memiliki bukan berarti tak bisa berbagi. Giving is believing.


Ridwan Nurhadi

Day2AISEIWritingChallenge




Selasa, 06 Oktober 2020 6 komentar

Di depan gubuk itu, amarahku terhenti!




Siang itu saya bergegas menuju BIM center, tempat saya dan beberapa teman melakukan aktivitas sosial. Di tempat itu pula saya membuat usaha bimbel dengan memberdayakan anak-anak dhuafa tingkat SMA sebagai pengajar. Dengan menahan amarah saya masuk kedalam kantor, sebelumnya Bahrudin menelpon saya menggunakan telepon kantor bahwa uang tiga ratus ribu rupiah raib. "Kok bisa hilang si Din?" saya mengintegrosinya. "Terakhir Agus pak yang membuka loker uang kas itu!" jawab Bahrudin.  

Setelah mendapatkan informasi alamat rumah, saya memacu sepeda motor saya dengan kecepatan tinggi. "Nih anak kok lancang sekali mengambil uang hasil bimbel!" gerutu saya dalam hati sambil menahan emosi. Setelah sampai dilokasi yang dituju, saya bertanya pada tetangga sekitar, maklum rumahnya ternyata dipojok dan terhalang rumah tetangga. 

Seorang anak kecil yang sedang bermain layangan bersedia mengantar saya pada rumah yang saya tuju. Baru beberapa langkah saya terhenyak, rumah itu hanya dari bilik bambu dengan dinding yang setengahnya terbuka, atapnya yang terbuat dari genteng nyaris jatuh ketanah sepertinya genteng-genteng itu sudah mulai jenuh bersandar pada atap yang mulai rapuh. Amarah saya seketika menghilang, saya coba melangkah menuju depan pintu, dari dinding yang berlubang tampak properti ruang tamu, hanya tumpukan kardus dan ruang tamu itu menyatu dengan ruang tidur. Dapurnya hanya sekat kecil dan didapur terdapat kandang angsa. Saya menghela nafas, ada rasa ragu untuk masuk namun rasa penasaran menyergap dan sayapun memberanikan diri mengetuk pintu. 

Bayangan Agus sang penghuni sudah tampak dari dinding anyaman yang tak sempurna menutup rumah. "Maafkan Agus Pak" Agus keluar dari rumah seraya mencium tangan. Sepertinya anak itu sudah tau maksud kedatangan saya. "Kenapa kamu lakukan itu Gus?" tanya saya seraya memeluk anak itu. Amarah saya benar-benar hilang, bahkan saya nyaris menitikkan air mata. "Sudah dua hari ayah Agus tak pernah pulang, Agus dan adik kelaparan menunggu ayah sampai larut malam". "Agus mau ngutang ke warung tetangga sekedar beli instan, tapi ayah Agus punya hutang tiga ratus ribu pak, hutang itu harus dibayar dulu, baru Agus bisa mengutang lagi". Agus menjawab pertanyaan sambil mengusap matanya yang basah.

Tanpa banyak kata, saya memeluknya. Ya Allah maafkan hamba, ucap saya lirih. Akhirnya amarah itu berganti derai air mata. Agus tenggelam dalam pelukan saya sambil terisak. Saya hanya mampu menundukkan mata, menahan agar air mata itu tak tumpah. "Ya Robb ampuni hamba" ucap saya kembali dalam hati.


Ridwan Nurhadi


#Day1AISEIWritingChallenge

 
;